Seperti kita ketahui dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 23 mengatur tentang pemotongan PPh atas penghasilan tertentu, diantaranya sebagai berikut :
a. Deviden, selain deviden yang diterima WP OP yang dikenakan PPh Final.
b. Bunga, selain yang dikenakan PPh pasal 4 (2) Final.
c. Royalti.
d. Hadiah / Penghargaan, selain yang telah dikenakan PPh pasal 21.
e. Sewa, selain sewa tanah dan bangunan yang dikenakan PPh pasal 4 (2) Final.
f. Jasa Teknik, Manajemen, Konstruksi, dan Jasa Lain, selain yang telah dikenakan PPh pasal 21. (Jasa
Lain yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 diatur di PMK 244/PMK.03/2008)
Selain itu, dalam UU PPh Pasal 4 (2) mengatur pengenaan PPh atas penghasilan tertentu yang bersifat Final, diantaranya sebagai berikut :
a. Bunga deposito / tabungan.
b. Bunga simpanan koperasi.
c. Bunga obligasi.
d. Sewa tanah dan/atau bangunan.
e. Penghalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
f. Jasa konstruksi.
Setelah kita mengetahui penghasilan apa saja yang termasuk objek PPh pasal 23 dan penghasilan apa saja yang termasuk objek PPh pasal 4 (2), berikutnya contoh pencatatan transaksi PPh pasal 23 dan PPh pasal 4 (2), sebagai berikut :
Contoh 1 : PPh pasal 23 Umum
PT. Maju Makmur Mandiri pada tanggal 1 September 2015 melakukan pembayaran atas sewa mobil yang disewanya dari CV. SB Rent sebesar Rp. 40 Juta untuk sewa mobil selama 4 bulan (September 2015 s/d Desember 2015). Kedua perusahaan baik PT. MMM maupun CV. SB Rent telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Bagaimana Jurnal untuk kedua perusahaan tersebut?
Pembahasan
Untuk contoh soal di atas maka PT. MMM harus memotoh PPh pasal 23 dengan tarif 2% dari pembayaran persewaan mobil tersebut, dan pemotongan pajak oleh PT. MMM tersebut merupakan kredit pajak bagi CV. SB Rent.
Sebaliknya bagi CV. SB Rent wajib memungut PPN sebesar 10% yang merupakan Pajak Masukan bagi PT. MMM.
Jurnal
PT. MMM
01 - 09 - 15 Sewa Dibayar Dimuka Rp. 40.000.000,-
PPN Masukan Rp. 4.000.000,-
Utang PPh Pasal 23 Rp. 800.000,-
Kas Rp. 43.200.000,-
(Jurnal pembayaran sewa mobil Sep - Des 2015)
30 - 09 - 15 Beban Sewa Rp. 10.000.000,-
Sewa Dibayar Dimuka Rp. 10.000.000,-
(Jurnal penyesuaian pengakuan beban sewa)
CV. SB Rent
01 - 09 - 15 Kas Rp. 43.200.000,-
UM PPh Pasal 23 Rp. 800.000,-
PPN Keluaran Rp. 4.000.000,-
Pendapatan Sewa Diterima Dimuka Rp. 40.000.000,-
(Jurnal penerimaan pembayaran sewa mobil Sep - Des 2015)
30 - 09 - 15 Pendapatan Sewa Diterima Dimuka Rp. 10.000.000,-
Pendapatan Sewa Rp. 10.000.000,-
(Jurnal penyesuaian pengakuan pendapatan sewa)
Contoh 2 : Perlakuan PPN Masukan Bagi Non PKP
Merujuk pada contoh soal 1 di atas, bagaimana jika PT. MMM belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak??
Pembahasan
Bila PT. MMM belum dikukuhkan sebagai PKP, maka tidak ada mekanisme untuk mengkreditkan PPN Masukan terhadap PPN Keluaran, sehingga PPN Masukan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya Fiskal.
Jurnal
PT. MMM
01 - 09 - 15 Sewa Dibayar Dimuka Rp. 44.000.000,-
Utang PPh Pasal 23 Rp. 800.000,-
Kas Rp. 43.200.000,-
(Jurnal pembayaran sewa mobil Sep - Des 2015)
Contoh 3 : Bukti Potong Belum Diterima
Merujuk pada contoh soal 1 di atas lagi, jika CV. SB Rent belum menerima bukti potong atas pemotongan pajak oleh PT. MMM, bagaimana jurnal CV. SB Rent??
Pembahasan
Seringkali terjadi dilapangan, pajaknya sudah dipotong akan tetapi bukti potongnya belum dibuat dan diserahkan ke penerima penghasilan. Untuk itu perlu bagi penerima penghasilan (CV. SB Rent) untuk menciptakan kontrol untuk mendeteksi hal tersebut.
Bentuk kontrol tersebut bisa dibuat dalam jurnal penerimaan pembayaran sewa nya dengan mengganti UM PPh pasal 23 dengan Piutang Sewa karena Bukti Potong nya belum diterima, ketika Bukti Potong telah diterima baru dibuat jurnal penyesuaian (D - UM PPh pasal 23, K - Piutang Sewa).
Jurnal
CV. SB Rent
01 - 09 - 15 Kas Rp. 43.200.000,-
Piutang Sewa Rp. 800.000,-
PPN Keluaran Rp. 4.000.000,-
Pendapatan Sewa Diterima Dimuka Rp. 40.000.000,-
(Jurnal penerimaan pembayaran sewa mobil Sep - Des 2015, Bupot blm diterima)
Contoh 4 : PPh Pasal 23 Ditanggung Pemberi Penghasilan
Merujuk pada soal 1 di atas, bagaimana jika CV. SB Rent tidak bersedia dipotong PPh Pasal 23??
Pembahasan
Bila penerima penghasilan (CV. SB Rent) tidak mau dipotong pajak nya, PT. MMM tetap berkewajiban untuk menyetorkan PPh Pasal 23 atas
transaksi persewaan mobil tersebut. Bila PT. MMM akan menanggung beban
PPh Pasal 23 tersebut, maka dalam jurnalnya muncul Beban PPh Pasal 23.
Akan tetapi ketika akhir periode, Beban PPh Pasal 23 tersebut tidak
dapat dibebankan / non deductable expense (harus dikoreksi fiskal).
Jurnal
01 - 09 - 15 Sewa Dibayar Dimuka Rp. 40.000.000,-
PPN Masukan Rp. 4.000.000,-
Beban PPh Pasal 23 Rp. 800.000,-
Utang PPh Pasal 23 Rp. 800.000,-
Kas Rp. 44.000.000,-
(Jurnal pembayaran sewa mobil Sep - Des 2015, PPh ditanggung)
Contoh 5 :Gross Up
Merujuk pada soal 1 di atas, bagaimana jika CV. SB Rent tidak bersedia dipotong PPh Pasal 23 dan PT. MMM meng-gross up nilai sewanya??
Pembahasan
Dengan meng-gross up nilai sewa, maka nilai sewa menjadi :
Harga sewa gross up = Sewa / (1-tarif)
= 40 Juta / (1 - 2%)
= Rp. 40.816.326,-
Jurnal
PT. MMM
01 - 09 - 15 Sewa Dibayar Dimuka Rp. 40.816.326,-
PPN Masukan Rp. 4.081.633,-
Utang PPh Pasal 23 Rp. 816.326,-
Kas Rp. 44.081.633,-
(Jurnal pembayaran sewa mobil Sep - Des 2015 -Gross Up)
Contoh 6 : Jasa & Material Dipisah
Misal PT. MMM membayar jasa
desain logo kepada PT. Kreasi Desain pada tanggal 10 September 2015. PT.
Kreasi Desain menerbitkan invoice dengan data sbb:
- Jasa Desain Rp. 6.000.000,-
- Bahan Rp. 1.500.000,-
Total Rp. 7.500.000,-
Pembahasan
Sesuai dengan SE DJP Nomor
53/PJ/2009, PPh Pasal 23 dikenakan dari jasanya saja dan tidak termasuk
pengadaan bahannya. Sementara itu PPN dikenakan dari penyerahan barang
& jasa kena pajak (keseluruhannya).
Jurnal
PT. MMM
10 - 10 - 15 Beban Jasa Desain Rp. 7.500.000,-
PPN Masukan Rp. 750.000,-
Utang PPh Pasal 23 Rp. 120.000,- (2% x Rp. 6.000.000,-)
Kas Rp. 8.130.000,-
(Jurnal pembayaran jasa desain)
PPN Masukan Rp. 750.000,-
Utang PPh Pasal 23 Rp. 120.000,- (2% x Rp. 6.000.000,-)
Kas Rp. 8.130.000,-
(Jurnal pembayaran jasa desain)
Contoh 7 : Jasa & Material Tidak Dipisah
Merujuk pada contoh soal 6 di
atas, bagaimana jika PT. Kreasi Desain menerbitkan invoice yang tidak
dirinci antara jasa dan bahannya??
Pembahasan
Kalo penerima penghasilan (PT.
Kreasi Desain) menerbitkan invoice yang tidak dirinci, maka pemberi
penghasilan (PT. MMM) harus memotong PPh Pasal 23 dari nilai total
tagihan.
Jurnal
PT. MMM
10 - 10 - 15 Beban Jasa Desain Rp. 7.500.000,-
PPN Masukan Rp. 750.000,-
Utang PPh Pasal 23 Rp. 150.000,-
Kas Rp. 8.100.000,-
(Jurnal pembayaran jasa desain)
PPN Masukan Rp. 750.000,-
Utang PPh Pasal 23 Rp. 150.000,-
Kas Rp. 8.100.000,-
(Jurnal pembayaran jasa desain)
Misal pada tanggal 1 September
2015 PT. MMM membayar sewa gedung untuk gudang penyimpanan produknya
kepada PT. Estate Prima sebesar Rp. 150 juta untuk masa 3 tahun (periode
1-09-15 s/d 31-10-18). Bagaimana pencatatan dari kedua perusahaan
tersebut dala mencatat transaksi sewa gudang tersebut dengan asumsi
kedua perusahaan sudah PKP??
Pembahasan
Pada dasarnya jurnal untuk kedua
perusahaan sama dengan jurnal dalam contoh 1 di atas, yang membedakan
adalah jurnal bagi penerima penghasilan (PT. Estate Prima), karena sewa
gedung / bangunan merupakan objek PPh Pasal 4 (2) maka pemotongan pajak
yang dilakukan oleh PT. MMM bersifat Final, sehingga bagi PT. Estate Prima pemotongan tersebut bukanlah uang muka PPh tetapi pelunasan PPh yang diakui sebagai beban PPh Final. Pada akhir periode beban PPh Final tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya fiskal (Non deductable expense).
Jurnal
PT. Estate Prima
01 - 09 - 15 Kas Rp. 150.000.000,-
Beban PPh Final Pasal 4 (2) Rp. 15.000.000,-
PPN Keluaran Rp. 15.000.000,-
Pendapatan Sewa Diterima Dimuka Rp. 150.000.000,-
(Jurnal penerimaan pembayaran sewa gudang)
Contoh kasus beserta pembahasan dan jurnal-jurnal yang berhubungan
dengan transaksi pajak Pasal 23 dan Pajak Final (Pasal 4 ayat 2).
Post a Comment
Post a Comment